Sabtu, 23 Juli 2011

Thariq bin Ziyad, Sang Penakluk Bumi Spanyol – Andalusia


Sejarah mencatat namanya sebagai panglima perang tangguh dan ahli strategi. Namanya pula yang kini diabadikan sebagai nama tempat yang cukup terkenal, Giblartar, di Spanyol. Di tempat inilah ia pertama kali menetap untuk melawan Raja Roderic dari Kerajaan Visigothic, Spanyol, yang dzalim.
Sejarah awal penaklukan Andalusia tidak bisa lepas dari keberhasilan pasukan bangsa Barbar dari Afrika Utara yang dipimpin oleh Thariq Ibn Ziyad ini. Ia berhasil mengalahkan pasukan Raja Roderic dalam sebuah pertempuran efektif selama 8 (delapan) hari, waktu yang sangat singkat untuk menaklukkan sebuah wilayah. Apalagi, jumlah pasukan musuh delapan kali lebih banyak.
Pertempuran itulah yang telah membawa kemenangan gemilang dan membuka pintu gerbang kejayaan Islam untuk masa waktu delapan abad lamanya.
Cerita penaklukan bermula ketika Julian gubernur Ceuta (yang wilayahnya menyatu dengan daratan Maroko) yang di bawah kekuasaan Spanyol memendam kebencian kepada Raja Roderic. Sang raja memperkosa anak perempuannya, Florinda, yang dikirim olehnya untuk menuntut ilmu kepadanya.
Julian bertekad membalas kebrutalan Roderic. Ia segera mendatangi gubernur Tangier, Jendral Thariq Ibn Ziyad, untuk meminta bantuan.
Thariq waktu itu ditunjuk oleh gubernur Musa ibn Nusair dari penguasa dinasti Umayyah untuk kawasan kawasan Afrika Utara. Sebagai gubernur, ia menjaga hubungan baik dengan Julian sehingga tidak ada permusuhan diantara kedua belah pihak. Thariq merupakan orang Barbar yang mendapat pangkat tertinggi dalam karir militer.
Sebagai langkah awal pada 710 M Thariq mengutus anak buahnya, Tarif ibn Malik, bersama 400 tentaranya untuk mengadakan survei ke Andalusia. Sedangkan Julian membantu menyediakan 4 buah kapal untuk menyeberangi selat. Tempat dimana pasukan Tarif mendarat di Spanyol hingga sekarang dinamakan Tarifa. Letaknya di ujung selatan Spanyol berhadapan dengan wilayah Maroko.
Setelah kepulangan ekspedisi Tarif ke Maroko dan membawa kabar bahwa apa yang diceritakan Julian adalah benar, Thariq menyiapkan pasukan. Perjalanan pasukan Thariq dimulai dari wilayah Ceuta kemudian menyeberangi selat yang di kemudian hari hingga sekarang diberi nama selat Jabal al Thariq (Gunung Thariq) atau Gibraltar, dan mendarat di suatu bukit karang pada musim semi 30 April 711.
Di sinilah base camp pasukan Thariq. Di sini pula, ia menyusun strategi. Tempat inilah yang di kemudian hari dikenal dengan nama Gibraltar, wilayah otonomi Inggris di Semenanjung Iberia.
Kekuatan yang dibawa Thariq adalah pasukan berjumlah 12 ribu ribu orang dari bangsa Barbar. Bangsa Barbar adalah bangsa Afrika utara (non Arab) yang banyak mendiami kawasan utara Maroko. Mereka merupakan bangsa nomaden yang hidup berpindah-pindah. Setelah Islam masuk, mereka meninggalkan kepercayaan animisme dan menganut agama Islam. Mereka yang berislam ini kemudian disebut dengan bangsa Moor atau Moro.
Kedatangan pasukan Thariq akhirnya diketahui oleh Gubernur Edeco yang wilayahnya berdekatan dengan Gibraltar. Ia segera memberitahu Roderic.
Mendengar invasi pasukan Thariq, Roderic segera menghadangnya dengan jumlah pasukan yang jauh lebih banyak, yaitu enam kali lipat. Untuk memompa semangat pasukannya, Thariq mengeluarkan pernyataan yang hingga kini diabadikan dalam buku-buku sejarah: “Saudara-saudaraku, musuh ada di depanmu sedangkan laut ada di belakangmu. Kemana kamu akan lari?” Mereka berseru, “Kami akan mengikutimu, Thariq.”
Seketika itu juga semangat pasukan Thariq membara dan maju untuk berperang berhadap-hadapan dengan pasukan Roderik. Pertempuran berlangsung sekitar satu minggu tanpa henti sehingga berakhir dengan kekalahan pasukan Roderic. Peperangan terjadi mulai tanggal 11 Juli hingga 19 Juli 711 di Bulan Ramadhan 92 H. Menjelang berakhirnya Bulan Suci, tepatnya tanggal 28 Ramadhan, Roderic takluk.
Setelah berhasil mengalahkan pasukan Roderic di Rio Barbate, Thariq kemudian membagi pasukannya menjadi 3 kesatuan pasukan untuk terus menyebar ke beberapa penjuru semenanjung. Thariq dan pasukan terus melanjutkan penaklukan ke Toledo yang menjadi pusat kerajaan Roderic. Sedangkan Mughith al-Rumi yang memimpin kavaleri pasukan Thariq, menuju Cordoba dengan membawa 700 pasukan berkuda.
Thariq kemudian menyusul ke Cordoba dan menulis surat ke Musa ibn Nusair mengenai keberhasilan penaklukan Andalusia. Musa memberitakan kemenangan itu kepada Kalifah Walid di Damaskus. Musa melukiskan suasana penaklukan tersebut tidak seperti penaklukan yang biasa, namun kemenangan itu sangat menakjubkan dan agung.
Setelah kemenangan pasukan Thariq yang di luar dugaan tersebut, Gubernur Musa ibn Nusair menyusulnya pada musim panas tahun 712 M dengan disertai 18 ribu pasukan untuk memperluas wilayah yang akan ditaklukkan. Pertemuan antara Thariq dan Musa terjadi di Talavera dekat Toledo.
Penaklukan selanjutnya diteruskan oleh pasukan Islam setelahnya. Wilayah yang ditaklukkan pasukan Islam hingga tahun 721 meliputi seluruh semenanjung Iberia dan sebagian wilayah Perancis bagian selatan. Hingga abad ke-10, wilayah kekuasaan Islam masih meliputi sekitar empat perlima semenanjung Iberia.
Mendung hitam menggelayut di atas bumi Spanyol. Eropa sedang dikangkangi oleh penjajah, Raja Gotik yang kejam. Wanita merasa terancam kesuciannya, petani dikenakan pajak tanah yang tinggi, dan banyak lagi penindasan yang tak berperikemanausiaan. Raja dan anteknya bersuka ria dalam kemewahan sedang rakyat merintih dalam kesengsaraan. Sebagian besar penduduk yang beragama Kristen dan Yahudi, mengungsi ke Afrika, berharap mendapat ketenangan yang lebih menjanjikan. Dan saat itu Afrika, adalah sebuah daerah yang makmur dan mempunyai toleransi yang tinggi karena berada di bawah naungan pemerintahan Islam.
Satu dari jutaan pengungsi itu adalah Julian, Gubernur Ceuta yang putrinya Florinda telah dinodai Roderick, raja bangsa Gotik. Mereka memohon pada Musa bin Nusair, raja muda Islam di Afrika untuk memerdekakan negeri mereka dari penindasan raja yang lalim itu. Setelah mendapat persetujuan Khalifah, Musa melakukan pengintaian kepantai selatan Spanyol. Bulan Mei tahun 711 Masehi, Tariq bin Ziyad, budak Barbar yang juga mantan pembantu Musa bin Nusair memimpin 12.000 anggota pasukan muslim menyeberangi selat antara Afrika dan daratan Eropa.
Begitu kapal-kapal yang berisi pasukannya mendarat di Eropa, Tariq mengumpulkan mereka di atas sebuah bukit karang, yang dinamai Jabal Tariq (karang Tariq) yang sekarang terkenal dengan nama Jabraltar. Diatas bukit karang itu Thariq memerintahkan pembakaran kapal-kapal yang telah menyeberangkan mereka. Tentu saja perintah ini membuat prajuritnya keheranan. “Kenapa Anda lakukan ini?” tanya mereka. “Bagaimana kita kembali nanti?” tanya yang lain.
Namun Thariq tetap pada pendiriannya. Dengan gagah berani ia berseru,
”Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini, atau kita semua syahid.”
Keberanian dan perkataannya yang luar biasa menggugah Iqbal, seorang penyair Persia, untuk menggubahnya dalam sebuah syair berjudul”Piyam-i Mashriq”:
“Tatkala Tariq membakar kapal-kapalnya di pantai Andalusia (Spanyol), Prajurit-prajurit mengatakan, tindakannya tidak bijaksana. Bagaimana bisa mereka kembali ke negeri Asal, dan perusakan peralatan adalah bertentangan dengan hukum Islam. Mendengar itu semua, Tariq menghunus pedangnya, dan menyatakan bahwa setiap negeri kepunyaan Alloh adalah kampung halaman kita.”
Kata-kata Tariq itu bagaikan cambuk yang melecut semangat prajurit muslim yang dipimpinnya. Bala tentara muslim yang berjumlah 12.000 orang maju melawan tentara Gotik yang berkekuatan 100.000 tentara. Pasukan Kristen jauh lebih unggul baik dalam jumlah maupun persenjataan. Namun semua itu tak mengecutkan hati pasukan muslim.
Tanggal 19 Juli tahun 711 Masehi, pasukan Islam dan Nasrani bertemu, keduanya berperang di dekat muara sungai Barbate. Pada pertempuran ini, Tariq dan pasukannya berhasil melumpuhkan pasukan Gotik, hingga Raja Roderick tenggelam di sungai itu. Kemenangan Thariq yang luar biasa ini, menjatuhkan semangat orang-orang Spanyol dan semenjak itu mereka tidak berani lagi menghadapi tentara Islam secara terbuka.
Thariq membagi pasukannya menjadi empat kelompok, dan menyebarkan mereka ke Kordoba, Malaga, danGranada. Sedangkan dia sendiri bersamapasukan utamanya menuju ke Toledo, ibukota Spanyol. Semua kota-kota itu menyerah tanpa perlawanan berarti. Kecepatan gerak dan kehebatan pasukan Thariq berhasil melumpuhkan orang-orang Gotik.
Rakyat Spanyol yang sekian lama tertekan akibat penjajahanbangsa Gotik, mengelu-elukan orang-orang Islam. Selain itu, perilaku Tariq dan orang-orang Islam begitu mulia sehingga mereka disayangi oleh bangsa-bangsa yang ditaklukkannya.
Salah satu pertempuran paling seru terjadi di Ecija, yang membawa kemenangan bagi pasukan Tariq. Dalam pertempuran ini, Musa bin Nusair, atasannya, sang raja muda Islam di Afrika ikut bergabung dengannya.
Selanjutnya, kedua jenderal itu bergerak maju terus berdampingan dan dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun seluruh dataran Spanyol jatuh ke tangan Islam. Portugis ditaklukkan pula beberapa tahun kemudian.
“Ini merupakan perjuangan utama yang terakhir dan paling sensasional bagi bangsa Arab itu,” tulis Phillip K.Hitti, “dan membawa masuknya wilayah Eropa yang paling luas yang belum pernah mereka peroleh sebelumnya ke dalam kekuasaan Islam. Kecepatan pelaksanaan dan kesempurnaan keberhasilan operasi ke Spanyol ini telah mendapat tempat yang unik di dalam sejarah peperangan abad pertengahan.”
Penaklukkan Spanyol oleh orang-orang Islam mendorong timbulnya revolusi sosial di mana kebebasan beragama benar-benar diakui. Ketidak toleranan dan penganiayaan yang biasa dilakukan orang-orang Kristen, digantikan oleh toleransi yang tinggi dan kebaikan hati yang luar biasa.
Masjid cordoba, yang berubah jadi katedral setelah renqouista
Keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu, sehingga jika tentara Islam yang melakukan kekerasan akan dikenakan hukuman berat. Tidak ada harta benda atau tanah milik rakyat yang disita. Orang-orang Islam memperkenalkan sistem perpajakan yang sangat jitu yang dengan cepat membawa kemakmuran di semenanjung itu dan menjadikan negeri teladan di Barat. Orang-orang Kristen dibiarkan memiliki hakim sendiri untuk memutuskan perkara-perkara mereka. Semua komunitas mendapat kesempatan yang sama dalam pelayanan umum.
Pemerintahan Islam yang baik dan bijaksana ini membawa efek luar biasa. Orang-orang Kristen termasuk pendeta-pendetanya yang pada mulanya meninggalkan rumah mereka dalam keadaan ketakutan, kembali pulang dan menjalani hidup yang bahagia dan makmur. Seorang penulis Kristen terkenal menulis: “Muslim-muslim Arab itu mengorganisir kerajaan Kordoba yang baik adalah sebuah keajaiban Abad Pertengahan, mereka mengenalkan obor pengetahuan dan peradaban, kecemerlangan dan keistimewaan kepada dunia Barat. Dan saat itu Eropa sedang dalam kondisi percekcokan dan kebodohan yang biadab.”
Thariq bermaksud menaklukkan seluruh Eropa, tapi Alloh menentukan lain. Saat merencanakan penyerbuan ke Eropa, datang panggilan dari Khalifah untuk pergi ke Damaskus. Dengan disiplin dan kepatuhan tinggi, Thariq memenuhi panggilan Khalifah dan berusaha tiba seawal mungkin di Damaskus. Tak lama kemudian, Thariq wafat di sana.
Dialah Thariq ibn Ziyad, seorang Budak Barbar, penakluk Spanyol, wilayah Islam terbesar di Eropa yang selama delapan abad di bawah kekuasaan Islam telah memenuhi panggilan Rabbnya. Semoga Alloh merahmatinya.

Sumber: http://rohisonline.com/?p=550

Tidak ada komentar:

Posting Komentar