Jumat, 02 Maret 2012

Hadits Pilihan


Hadits Pilihan hari ini aku copas dari muslimlife.com
1. Ridha Allah Tergantung Orang Tua


(Ridhar-Rabb fii ridhal waalidain wa sakhathuhu fii sakhathihimaa)
Ridha Tuhan tergantung ridha kedua orang tuanya dan murka Tuhan tergantung murka keduanya (HR. Thabrani).
Penjelasan :
Hadits di atas menjelaskan pada seorang anak agar patuh dan tundk pada perintah orang tua. Sebagai seorang anak, kita tidak boleh membuat orang tua menjadi marah dan sakit hati. Hal ini sesuai dengan anjuran Allah SWT dalam firman-Nya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. An-Nisa’ [4]: 36).
Orang tua adalah manusia yang membesarkan dan mendidik anak sejak masih dalam kandungan seorang ibu sehingga dewasa. Orang tua lah yang mendidik kita dengan penuh kasih sayang dan tanpa meminta balasan apapun. Balasan seorang anak yang paling membuat bahagia orang tua adalah mendoakan kedua orang tua dan berbuat baik pada keduanya, meskipun keduanya sudah tua renta.
2. Berbakti pada Orang Tua


(‘An Abdullah qaala, sa’altun Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Ayyul ‘amal ahabbu ilallaahi?” Qaala: “Ash-shalaatu ‘alaa waqtihaa”. Qaala: “Tsumma ayyun?” Qaala: “Birrul waalidain”. Qaala: “Tsumma ayyun?” Qaala: “Al-Jihaadu fii sabiilillaahi”. Qaala: “Haddatsanii bihinna, walaw istadadtu lazaadanii)
Abdullah (bin Mas’ud) RA berkata: “Saya bertanya pada Rasulullah SAW, “Amal perbuatan apa yang paling dicintai oleh Allah?” Rasulullah SAW menjawab, “Shalat tepat pada waktunya”. Lalu Abdullah bertanya lagi, “Lalu apa lagi?”. Rasulullah SAW menjawab, “Berbakti pada kedua orang tua”. Lalu Abdullah bertanya lagi, “Lalu apa lagi?”. Rasulullah SAW menjawab, “Jihad di jalan Allah”. Abdullah kemudian berkata, “Rasulullah SAW menceritakan padaku tentang hal-hal tersebut. Andai aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menambahkannya lagi padaku” (HR Bukhari).
Penjelasan :
Hadits di atas menjelaskan bahwa setidaknya ada 3 amal perbuatan yang paling dicintai Allah SWT: 1) shalat (beribadah) tepat pada waktunya; 2) berbakti pada orang tua; dan 3) jihad di jalan Allah SWT.
Shalat tepat pada waktunya berarti kita harus menyiapkan diri untuk beribadah (shalat) pada Allah SWT. Jika suara adzan sudah berkomandang, maka kita harus bersiap diri untuk melaksanakan shalat. Tepat waktu juga berarti shalat kita tidak boleh ditunda-tunda sehingga waktu shalat hampir habis, karena hal ini menunjukkan kita tidak atau kurang taat padda perintah Allah SWT.
Berbakti pada kedua orang tua juga termasuk salah satu amal perbuatan yang sangat dicintai oleh Allah SWT. Dalam sebuah ayat Al-Qur’an disebutkan: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu agar jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “cih” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS Al-Isra’ [17]: 23).
Sedangkan jihad di jalan Allah SWT juga termassuk salah satu amal perbuatan yang paling dicintai Allah SWT. Maksud jihad di sini memiliki beberapa pengertian: 1) dalam arti perang, terutama jika kita sebagai umat Islam diserang oleh kelompok lain; 2) jihad ilmu pengetahuan, yaitu dengan cara rajin belajar sambil berdoa sebagai bagian dari ibadah kita pada Allah SWT; dan 3) berbuat amal perbuatan yang bisa berguna bagi diri sendiri, orang lain, dan masyarakat luas.
3. Ikhlas Beramal

(‘An Anas bin Malik RA qaala: “Qaala Rasulullah SAW, “Man faaraqad-dunyaa ‘alal-ikhlash lillaahi wahdahu wa ‘ibaadatihi laa syariika lahu wa iqaamish-shalaati wa iitaa’iz-zakaati maata wallaahu ‘anhu raadhin)
Anas bin Malik RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang berpisah dengan dunia (meninggal dunia) dalam keadaan ikhlas beribadah karena Allah dengan tidak berbuat syirik pada-Nya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka Allah SWT telah meridhai orang tersebut” (HR Ibnu Majah).
Penjelasan :
Ikhlas secara bahasa berarti “murni”. Dalam konteks ibadah, ikhlas berarti melakukan amal perbuatan semata-mata hanya untuk beribadah dan mencari ridha Allah SWT.
Orang yang beramal dengan ikhlas akan mendapatkan ketenangan dalam hidupnya, karena dia tidak memiliki niat dan tujuan yang negatif. Orang yang beramal dengan ikhlas akan mendapatkan ridha Allah SWT dan Rasul-Nya serta akan mendapat penghormataan yang positif dari masyarakat.
Orang yang senantiasa menjaga dan memelihara keikhlasan dalam setiap amal perbuatannya, akan mendapatkan manis dan indahnya iman dan ketakwaan dalam dirinya.
4. Rendah Hati

(‘An Abi Hurairah RA ‘an Rasulullah SAW qaala: “Maa naqashat shadaqatun min maalin wa maa zaadallaahu ‘abdan bi’afwin illaa ‘izzan wa maa tawaadha’a ahadun lillaahi illaa rafa’ahullaahu).
Abu Hurairah RAA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan berkurang harta seseorang dengan bershadaqah, tidak akan bertambah maaf dari Allah pada seorang hamba kecuali kemuliaan, dan tidak ada sikap rendah hati seseorang pada Allah kecuali akan ditinggikan derajatnya” (HR Muslim).
Penjelasan :
Rendah hati artinya sikap untuk selalu tidak menonjolkan diri sendiri di hadapan orang lain. Rendah hati juga berarti sikap tidak sombong dan congkak, baik pada diri sendiri maupun orang lain.
Sikap rendah hati tidak sama dengan rendah diri. Di dalam rendah hati terdapat sikap optimis dan percaya diri serta bersikap positif (berbaik sangka). Sedangkan rendah hati berkaitan dengan sikap dan mental yang minder, pesimis, dan tidak percaya pada kemampuan diri sendiri.
Di dalam hadits di atas disebutkan bahwa seorang hamba yang rendah hati justru akan ditinggikan (derajatnya) oleh Allah SWT. Hal ini berarti bahwa rendah hati berkaitan dengan sikap santun dan tidak sombong, baik di hadapan Allah SWT maupun pada sesama manusia.
5. Hidup Bersih

(‘An Abii Maalik RA qaala, qaala Rasulullah SAW: “Ath-thahuur syathrul iimaan, wal hamdu lillaahi tamla’ul miizaan wa subhaanallaah walhamdu lillaah tamla’aani aw tamla’u maa bainas-samaawaati wal ardhi wash-shalaatu nuurun wash-shadaqatu burhaanun wash-shabru dhiyaa’un wal qur’aanu hujjatun laka aw ‘alaika, kullun-naasi yaghduu fabaayi’un nafsahu famu’tiquhaa aw muubiquhaa)
Abu Malik Al-Asy’ari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Kesucian (kebersihan) itu adalah separoh dari iman, kalimat “alhamdulillaah” mampu mengisi (memberatkan) timbangan amal, kalimat “subhaanallaah” dan “alhamdulillaah” mampu mengisi (sebanding) dengan seluruh isi yang ada di langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti (kedermawanan dan ketaatan), shabar adalah sinar, dan Al-Qur’an adalah hujjah (argumentasi) yang menguatkan atau melemahkan dirimu. Setiap orang berangkat (menyiapkan dirinya), baik mengekang jiwanya atau memerdekakannya” (HR Bukhari).
Penjelasan :
Kata “thahuur” artinya bersih atau suci. Sebagian ulama menyamakan antara kata thahuur dan “nazhafah”, karena keduanya berhubungan dengan kebersihan badan (fisik) dan rohani (mental-spiritual). Dalam suatu khabar terkenal (sebagian menyebutkan hadits) disebutkan: “An-nazhaafatu minal iimaan” (artinya: “Kebersihan adalah bagian dari iman”).
Berdasarkan pada hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa kata “bersih” mengandung dua arti: bersih secara fisik dan bersih secara rohani. Bersih secara fisik berarti menjaga kebersihan fisik kita, seperti: anggota badan, rumah tinggil, lingkungan sekitar, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia fisik. Sedangkan bersih secara rohani berarti menjaga dan memelihara keyakinan (iman), pikiran, dan sikap kita dari unsur-unsur yang bisa merusak keimanan kita, seperti syirik, dengki, sombong, durhaka, dan lainnya.
Islam adalah agama yang sangat menganjurkan agar umatnya hidup bersih. Misalnya berwudhu sebagai anjuran yang wajib dilakukan oleh setiap umat Islam, minimal ketika hendak melaksanakan shalat 5 waktu. Ini berarti umat Islam paling sedikit menjaga kebersihan anggota badannya (di bagian anggota wudhu) minimal 5 kali sehari, seperti wajah, telinga, tangan, kaki, dan sekitarnya. Berwudhu adalah simbol kebersihan secara fisik dan rohani.
Salah satu tabi’in besar bernama Sa’id bin Al-Musayyab berkata :

“Sesungguhnya Allah itu Maha Bagus (Baik), mencintai yang baik, dan sesungguhnya Allah itu Maha Bersih, mencintai yang bersih”.
Orang yang menjaga kebersihannya berarti juga menjaga kualitas imannya. Orang yang hidup kotor dan jorok, mencerminkan perilaku orang tersebut kotor dan menjijikkan, juga menunjukkan tidak cinta pada kebersihan fisiknya. Orang yang mencuri atau melakukan tindakan korupsi, juga dianggap sebagai orang yang tidak bersih dan telah mengotori imannya yang telah diyakininya pada Allah SWT dan Rasul-Nya.
6. Istiqamah (Disiplin)

(‘An Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi RAA qaala: “Qultu, yaa Rasuulallaah, qul lii fil Islam qawlan laa as’al ‘anhu ahadan ghairaka”. Qaala Abuu Mu’aawiyah ba’daka”. Qaala: “Aamantu billaahi tsumma-staqim”)
Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi RA berkata: “Wahai Rasulullah, katakanlah padaku tentang Islam di mana saya tidak perlu bertanya lagi pada orang selain engkau!”. Rasulullah SAW menjawab: “Katakanlah, ‘Aku beriman pada Allah, lalu istiqamahlah engkau dengan ucapanmu itu!” (HR Ahmad).
Penjelasan :
Kata “istiqamah” jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira sama artinya dengan “disiplin” atau “konsisten”. Istiqamah atau disiplin berarti melaksanakan berbagai kegiatan atau perbuatan secara terus-menerus dan berkelanjutan.
Berkaitan dengan istiqamah, di dalam Al-Qur’an disebutkan sebagai berikut :

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka beristiqamah [atas perkataannya itu], maka tidak ada kekhawatiran dan kesedihan bagi mereka” (QS Al-Ahqaf [46]: 13).
Ayat di atas mengaitkan antara sikap istiqamah dengan rasa tenang yang terbebas dari kekhawatiran dan kesedihan karena senantiasa menyandarkan setiap amal perbuatannya pada Allah SWT.
Orang yang istiqamah berarti memiliki keteguhan dan ketetapan hati untuk selalu menekuni kegiatan atau amal perbuatan yang dia lakukan. Istiqamah menjai salah satu kunci sukses setiap orang dalam mencapai dan mewujudkan cita-citanya.
7. Jujur

(‘An Abdullah RA ‘anin-nabiy shallalaahu ‘alaihi wa sallam qaala: “Innash-shidqa yahdii ilal birri wa innal birri yahdii ilal jannah wa innar-rajula layashduqu hattaa yakuuna shiddiiqan wa innal kadziba yahdii ilal fujuuri wa innal fujuura yahdii ilan-naari wa innar-rajula layakdzibu hattaa yuktaba ‘indallaahi kadzdzaaban).
Abdullah (bin Mas’ud) RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya kebenaran itu membawa kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang yang membiasakan dirinya berkata benar (jujur) akan tercatat di sisi Allah sebutan “shiddiq” (jujur). Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada maksiat, sedang maksiat membawa ke neraka. Seseorang yang membiasakan diri berdusta akan tercatat di sisi Allah sebutan “kadzdzab” (pendusta)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Penjelasan :
Jujur adalah salah satu sifat terpuji yang harus dimiliki oleh setiap umat manusia. Seseorang yang bersikap jujur (baik dalam perkataan maupun perbuatan).
Dalam hadits itu dijelaskan bahwa sikap jujur akan menuntutn seseorang pada kebaikan dan surga. Hal ini berarti bahwa kejujuran merupakan salah satu akhlak mulia yang harus tertanam pada setiap manusia. Sebaliknya, sikap bohong (dusta) akan menjerumuskan seseorang pada maksiat dan neraka.
Orang yang bersikap jujur akan mendapat pujian dari Allah SWT, Rasul-Nya, dan masyarakat. Kejujuran menunjukkan bahwa seseorang berpegang teguh pada kebenaran dan kebaikan yang akan membawa akibat yang baik dan berguna bagi kehidupan dirinya dan orang banyak.
8. Saling Menolong

(‘An Abii Muusaa RA ‘anin-nabii shallallaahu ‘alaihi wassallam, qaala: “Innal mu’min lil muk’min kal bunyaan yasyuddu ba’dhuhuu ba’dhan wa syabbaka ashaabi’ahu).
Abu Musa (Abdullah bin Qaish) RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya orang mukmin terhadap orang mukmin lainnya seperti bangunan yang satu menguatkan (bangunan) yang lain”. Rasulullah SAW lalu menunjukkan rajutan di antara jemari tangannya (HR Bukhari dan Muslim).
Penjelasan :
Hadits di atas menjelaskan tentang hubungan antara sesama orang mukmin (beriman) yang harus saling menolong sehingga umat Islam menjadi kokoh seperti sebuah bangunan.
Ibarat bangunan yang akan menjadi kokoh jika masing-masing bagiannya saling menopang dan membantu bagian yang lain.
Tolong-menolong tentu harus dilakukan atas dasar kebaikan dan takwa, bukan atas dasar dosa dan permusuhan. Dalam sebuah ayat disebutkan :

“… dan tolong-menolonglah kamu atas dasar kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong atas dasar dosa dan permusuhan” (QS Al-Maidah [5]: 2).
Jika ada orang lain (tetangga, teman, atau famili) yang mengalami kesusahan dan kesulitan, selayaknya kita membantu mereka, jika kita mampu menolong mereka.
Menolong orang lain adalah salah satu sifat luhur yang harus selalu kita jagan dan pelihara agar mendapat kasih sayang dan ridha Allah SWT dan Rasul-Nya serta umat manusia.
9. Menghormati Tetangga

(‘An Abi Syuraih Al-‘Adawiy RA qaala: “Sami’at udzunaaya wa absharat ‘ainaaya hiina takallaman-nabiy shallallaahu ‘alaihi wa sallama, faqaala, “Man kaana yu’minu billaahi wal yawmil aakhiri falyukrim jaarahu wa man kaana yu’minu billaahi wal yawmil aakhiri falyukrim dhaifahu jaa’izatahu”. Qaala: “Wa maa jaa’izatuhu yaa Rasuulallaah?” Qaala, “Yawmun wa lailatun waddh-dhiyaafah tsalaatsatu ayyaam, fa maa kaana waraa’a dzaalika fahuwa shadaqatun ‘alaihi wa man kaana yu’minu billaahi wal yawmil aakhiri falyaqul khairan au liyashmut)
Abu Syuraih RA menceritakan bahwa dirinya telah mendengar dan melihat langsung Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, maka hormatilah tetanggamu, dan siapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, maka hormatilah tamumu, yaitu kunjungannya”. Abu Syuraih RA berkata: “Apa maksud kunjungan itu, wahai Rasulullah SAW?”. Beliau menjawab: “Maksud kunjungan adalah selama tamu menetap di rumahmu selama sehari-semalam, dan waktu bertamu itu maksimal 3 hari, sedangkan lewat dari 3 hari, maka itu termasuk shadaqah untuk tamu tersebut. Dan siapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau hendaklah diam saja” (HR Bukhari dan Muslim).
Penjelasan :
Hadits di atas menjelaskan bahwa salah satu kriteria kesempurnaan iman seseorang adalah menghargai atau menghormati tetangganya.
Tetangga adalah satu-satunya orang yang tinggal berdekatan dengan rumah kita. Setiap orang memerlukan tetangga karena para tetangga adalah orang-orang yang sering bertemu dan bekerja sama dengan kita dalam kehidupan sehari-hari.
Menghormati tetangga berarti membangun hubungan yang baik dan harmonis dengan tetangga, seperti: tegur-sapa, membantu tetangga yang kesusahan, dan sebagainya.
10. Menghormati Tamu

(‘An Abi Syuraih Al-‘Adawiy RA qaala: “Sami’at udzunaaya wa absharat ‘ainaaya hiina takallaman-nabiy shallallaahu ‘alaihi wa sallama, faqaala, “Man kaana yu’minu billaahi wal yawmil aakhiri falyukrim jaarahu wa man kaana yu’minu billaahi wal yawmil aakhiri falyukrim dhaifahu jaa’izatahu”. Qaala: “Wa maa jaa’izatuhu yaa Rasuulallaah?” Qaala, “Yawmun wa lailatun waddh-dhiyaafah tsalaatsatu ayyaam, fa maa kaana waraa’a dzaalika fahuwa shadaqatun ‘alaihi wa man kaana yu’minu billaahi wal yawmil aakhiri falyaqul khairan au liyashmut)
Abu Syuraih RA menceritakan bahwa dirinya telah mendengar dan melihat langsung Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, maka hormatilah tetanggamu, dan siapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, maka hormatilah tamumu, yaitu kunjungannya”. Abu Syuraih RA berkata: “Apa maksud kunjungan itu, wahai Rasulullah SAW?”. Beliau menjawab: “Maksud kunjungan adalah selama tamu menetap di rumahmu selama sehari-semalam, dan waktu bertamu itu maksimal 3 hari, sedangkan lewat dari 3 hari, maka itu termasuk shadaqah untuk tamu tersebut. Dan siapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau hendaklah diam saja” (HR Bukhari dan Muslim).
Penjelasan :
Hadits di atas menjelakan bahwa salah satu kriteria kesempurnaan iman seseorang adalah menghargai atau menghormati tamu.
Menghormati tamu berarti menunjukkan sikap santun dan sopan pada seorang tamu, terutama jika mereka sedang berkunjung ke rumah kita.
Dalam hadits di atas Rasulullah SAW memberi batasan bahwa waktu kunjungan maksimal 3 hari, dan lumrahnya sehari semalam. Jika kita sebagai tuan rumah masih mengizinkan sang tamu melebihi 3 hari, berarti itu adalah shadaqah (dalam arti kebaikan tambahan) yang kita tunjukkan pada tamu tersebut.
11. Silaturahim

(Man sarrahu ay-yubsatha lahu fii rizqihi wa yunsya’a lahu fii atsarihi falyashil rahimah)
“Siapa yang ingin diperluas rezekinya dan dilamakan jejak kebaikannya, maka hendaklah bersilaturahim” (Syaikh Al-Albani dalam kitab hadits Shahih Al-Jami’).
Penjelasan :
Silaturahim berasal dari dua kata bahasa Arab: “shilah” (artinya: menyambung) dan “rahim” (artinya: rahim [ibu], kasih sayang). Secara istilah, silaturahim berarti mengadakan hubungan kekerabatan dan ikatan kasih sayang atas dasar kebaikan. Hubungan atas dasar kebaikan dan kasih sayang itu tidak hanya di antara famili dan kerabat yang memiliki hubungan keturunan, melainkan dengan setiap orang.
Silaturahim juga merupakan bagian dari sifat mulia yang harus dipelihara oleh seetiap umat Islam. Rasulullah SAW termasuk teladan yang sangat gemar melakukan ubungan silaturahim, baik dengan kerabat maupun dengan para sahabatnya. Bahkan, para musuh dari kafir Quraisy pun mengakui akan kebaikan dan kesenangan Rasulullah SAW dalam bersilaturahim.
Dengan bersilaturahim, teman kita akan bertambah, rezeki kita akan semakin terbuka, dan jaringan kerja sama dan perkenalan dengan orang lain semakin luas. Hadits di atas juga memiliki pengertian bahwa salah satu cara agar kebaikan seseorang tetap dikenang oleh orang lain atau generasi berikutnya, maka hendaklah bersilaturahim.
12. Menepati Janji

(‘An ‘Adiy qaala, qaala Rasulullah SAW: “Idzaa halafa ahadukum ‘alal yamiin fara’aa khairan minha, falyukaffirha walya’tilladzii huwa khairun)
‘Adiy bin Hatim bin Abdullah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang bersumpah (berjanji) atas sesuatu, lalu dia melihat bahwa ada hal lain yang lebih baik dari yang dijanjikannya, maka hendaklah dia membayar denda atas janjinya itu dan melaksanakan sesuatu (perbuatan) lain yang dianggapnya lebih baik” (HR Muslim).
Penjelasan :
Dalam Islam, sumpah atau janji hanya untuk kebaikan dan kemaslahatan bagi orang tersebut atau orang lain. Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan seseorang untuk membayar denda serta membatalkan janjinya tersebut.
Janji juga didasarkan pada niat orang yang berjanji tersebut, seperti disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW berikut :

Abu Hurairah RA meriwaytkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya sumpah itu tergantung pada niat orang yang bersumpah” (HR Ibnu Majah).
Dalam sebuah “mau’izhah hasanah” (nasehat bijak) terkenal disebutkan :

“Janji itu (seperti) utang”.
Nasehat bijak itu memberi pelajaran berharga bagi kita agar menepati janji jika kita sudah berjanji, terutama jika janji itu berkaitan dengan hal-hal yang baik dan bermanfaat. Sedangkan jika sumpah atau janji yang berkaitan dengan hal yang buruk dan berbahaya, maka sebaiknya tidak dilaksanakan, seperti anjuran Rasulullah SAW dalam hadits di atas.
13. Menjenguk Orang Sakit

(‘An Abi Hurairah RA qaala: “Sami’tu Rasulallah SAW yaquulu, “Haqqul muslim ‘alal muslim khamsun: raddus salaam wa ‘iyaaddatul mariidh wat-tibaa’ul janaa’iz wa ijaabatud da’wah wa tasymiitul ‘aathis).
Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa dirinya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada 5 macam:
1) menjawab salam;
2) menjenguk orang sakit;
3) mengantarkan jenazah;
4) memenuhi undangan; dan
5) mendoakan orang yang bersin” (HR Bukhari).
Penjelasan :
Hadits di atas menganjurkan pada setiap muslim agar memenuhi hak-haknya. Di antara hak itu adalah menjenguk orang yang sedang sakit.
Menjenguk orang yang sedang sakit merupakan salah satu sikap dan akhlak yang mulia. Orang yang sakit akan merasa terhibur dan senang jika dikunjungi oleh orang lain. Apalagi kunjungan itu didasarkan pada niat yang ikhlas.
Jika orang yang sakit dikunjungi oleh sanak famili, kerabat, saudara, teman-teman, hatinya akan merasa senang dan tentram. Hal itu akan mengurangi rasa sakit yang dideritanya dan akan menambah kepercayaan dirinya untuk tabah dan sabar dalam menghadapi ujian dari Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar